Cms

Published on January 2017 | Categories: Documents | Downloads: 57 | Comments: 0 | Views: 580
of 8
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...........................................................................................................1
I. PENDAHULUAN...............................................................................................2
II. TUJUAN PENULISAN.....................................................................................2
III. DEFINISI......................................................................................................2
IV. EPIDEMIOLOGI ..………………………………………………..…….........2
V. ETIOLOGI.........................................................................................................2
VI. PATOFISIOLOGI.............................................................................................3
VII. DIAGNOSIS...................................................................................................4
VIII. PENATALAKSANAAN............................................................................5
IX. KESIMPULAN ..………………………………………………..……............7
DAFTAR PUSTAKA ..………………………………………………..……........8

1

I.

PENDAHULUAN
Cedera medula spinalis sekunder akibat trauma tulang belakang merupakan salah satu

cedera hebat yang memberikan siknifikansi besar dalam kehidupan manusia, yakni dalam hal
tingkat morbiditas dan mortalitas, perubahan aktivitas sehari-hari dan biaya yang harus
ditanggung oleh pasien, keluarga, dan masyarakat. Tingkat mortalitas yang tinggi (50%) pada
cedera medula spinalis umumnya terjadi pada saat kondisi kecelakaan awal, sedangkan
tingkat mortalitas bagi pasien yang masih bertahan hidup dan dilarikan ke rumah sakit adalah
16%. Pasien dengan cedera medula spinalis memerlukan penyesuaian terhadap berbagai
aspek, antara lain masalah mobilitas yang terbatas, psikologis, urologis, pernapasan, kulit,
disfungsi seksual, dan ketidakmampuan untuk bekerja.
II.

TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui definisi, epidemiologi,

etiologi, patofisiologi, gejala klinis, dan penanganan pada pasien cedera medula spinalis.
III.

DEFINISI
Cedera medula spinalis (CMS) didefinisikan sebagai cedera atau kerusakan pada

medula spinalis yang menyebabkan perubahan fungsional baik sementara maupun permanen,
pada fungsi motorik, senorik, atau otonom (Baron, 2011).
IV.

EPIDEMIOLOGI
Tingkat insidensi di Amerika Serikat per tahun mencapai 40 kasus baru per 1 juta

penduduk setiap tahunnya atau diperkirakan sekitar 12.000 kasus baru per tahun. 2 cedera ini
umumnya melibatkan pria dewasa muda dengan rentang usia rata-rata 28 tahun (terutama
antara 16-30 tahun. 2,10 hampir seluruh pasien cedera medula spinalis (80,6%) adalah pria
(perbandingan rasio pria:wanita yaitu 4:1) karena resiko yang lebih tinggi terhadap
kecelakaan lalu lintas, kekerasan, jatuh, dan cedera yang berhubungan dengan rekreasi
(NSCISC, 2013).
V.

ETIOLOGI
Sejak tahun 2005 etiologi utama CMS antara lain kecelakaan lalu lintas (39,2%), jatuh

(28,3%), kekerasan (luka tembak 14,6%), olahraga (terutama diving, 8,2%), akibat lainnya
sekitar 9,7% (NSCISC, 2013).

2

VI.

PATOFISIOLOGI
Lokasi CMS berturut-turut dari yang paling umum antara lain daerah servikal (level

C5-C6), thorakolumbar junction, thorakalis, dan lumbalis. Mekanisme cedera umumnya
merupakan aspek utama yang menentukan lokasi cedera medula spinalis. Contohnya motor
vehicle accident (MVA) melibatkan cedera daerah servikal (akibat hiperekstensi dan
hiperfleksi), jatuh melibatkan beberapa daerah lokasi tergantung bagian yang terjatuh
menumpu tanah lebih dahulu. Jatuh dengan kaki menumpu melibatkan daerah thorakolumbar
akibat fraktur kompresi, jatuh dengan bokong menumpu melibatkan daerah lumbar (Waxman,
2010).
Cedera pada medula spinalis dan kolumna vertebralis dapat diklasifikasikan menjadi
fraktur-dislokasi, fraktur murni, dan dislokasi murni. Ketiga tipe cedera tersebut terjadi
melalui mekanisme serupa, antara lain kompresi vertikal dengan anterofleksi (cedera fleksi)
atau retrofleksi (cedera hiperekstensi). Adanya trauma pada medula spinalis menyebabkan
munculnya gejala dan tanda klinis akibat dari cedera primer dan sekunder. Terdapat 4 jenis
mekanisme cedera primer pada medula spinalis, antara lain benturan dengan kompresi
persisten, benturan dengan kompresi sementara, distraksi, dan laserasi. Mekanisme cedera
primer yang paling umum adalah benturan disertai kompresi persisten, yang terutama terjadi
pada burst fracture dengan retropulsi dari fragmen tulang yang memberikan kompresi pada
medula spinalis, fraktur-dislokasi, dan ruptur diskus akut. Mekanisme kedua yaitu benturan
dengan kompresi sementara yang contohnya terjadi pada cedera hiperekstensi di individu
dengan penyakit degenerasi servikal. Distraksi yaitu regangan kuat yang terjadi pada medula
spinalis akibat gaya fleksi, ekstensi, rotasi atau dislokasi yang dapat menyebabkan gangguan
perfusi. Mekanisme terakhir yaitu laserasi dapat disebabkan oleh cedera karena roket, luka
karena senapan api, dislokasi dari fragmen tulang yang tajam dan distraksi hebat (Waxman,
2010).

3

Seluruh mekanisme cedera primer menyebabkan kerusakan pada substansia kelabu
bagian sentral, tanpa kerusakan substansia alba (bagian perifer). Cedera tersebut
menyebabkan kerusakan pembuluh darah dalam hitungan menit awal pasca trauma sampai
beberapa jam kedepan yang berlanjut mengakibatkan iskemia dan hipoksia medula spinalis.
Kerusakan terjadi akibat dari kebutuhan metabolisme yang tinggi dari medula spinalis. Selain
pembuluh darah, neuron juga mengalami kerusakan (ruptur akson dan membran sel neuron)
dan transmisinya terganggu akibat adanya edema pada daerah cedera. Edema hebat medula
spinalis terjadi dalam hitungan menit awal dan nantinya berlanjut menyebabkan iskemia
cedera sekunder. Substansia kelabu mengalami kerusakan ireversibel dalam 1 jam pertama
setelah cedera, sedangkan substansia alba dalam 72 jam setelah cedera (Baron, 2011).
VII. DIAGNOSIS
A. Manifestasi Klinis
Dapat dirumuskan gejala-gejala yang terjadi pada cedera medulla spinalis yaitu :
a. Gangguan sensasi menyangkut adanya anastesia, hiperestesia, parastesia.
b. Gangguan motorik menyangkut adanya kelemahan dari fungsi otot-otot dan reflek
tendon myotome.
c. Gangguan fungsi vegetatif dan otonom menyangkut adanya flaccid dan sapstic
blader dan bowel.
d. Gangguan fungsi makan, toileting, berpakaian, kebersihan diri.
e. Gangguan mobilisasi yaitu miring kanan dan kiri, pindah dari tidur ke duduk, dan
dari kursi roda ke tempat tidur.
f. Penurunan tanda vital yaitu penurunan ekspansi thorax, kapasitas paru dan
hipotensi.
g. Masalah di kulit menyangkut adanya dekubitus (Chin, 2011)
Cedera medulla spinalis juga mempengaruhi fungsi organ vital yaitu
diantaranya disfungsi respirasi terbesar yaitu cedera setinggi C1-C4. Cedera pada C1C2 akan mempengaruhi ventilasi spontan tidak efektif. Lesi setinggi C5-8 akan
mempengaruhi M. intercostalis, M. parasternalis, M. scalenus, otot-otot abdominal.
Selain itu mempengaruhi intaknya diafragma, trapezius dan sebagian M. pectoralis
mayor. Lesi setinggi thoracal mempengaruhi otot-otot intercostalis dan abdominal,
dampak umumnya yaitu efektivitas kinerja otot pernafasan menurun. Selain itu
mengganggu fungsi sistem kardiovaskular dimana terjadi karena gangguan jalur
otonom, terjadi pada lesi setinggi cervical dan thoracal. Akibat disfungsi simpatis
yang mempengaruhi fungsi jantung dan dinding vascular, hilangnya control simpatis
supraspinal mengakibatkan aktivitas simpatis menurun. Lesi setinggi cervical dan
thoracal mengakibatkan tonus vasomotor menurun sehingga mengakibatkan hipotensi.
4

Fungsi sistem urinaria terganggu dimana bila terjadi lesi setinggi S2 dan S4. Dimana
bila terjadi lesi setinggi S2 akan mengakibatkan otot detrusor vesika urinaria
mengalami kelemahan tipe LMN sehingga otot detrusor melemah sedangkan S4
mengatur spinkter urinaria eksterna berkontraksi karena bersifat spastic, akan
mengakibatkan retensi urin. Sedangkan bila lesi setinggi S4 akan mengakibatkan
sfingter uretra eksternum melemah (membuka) sedangkan fungsi dari otot vesica
urinaria normal maka akan mengakibatkan inkontinensia urin (Gondim, 2013).
B. Pemeriksaan Penunjang
 Foto Polos Vertebra
Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang melibatkan
medula spinal, kolumna vertebralis dan jaringan di sekitarnya.
 CT-scan
Pemeriksaan ini dapat memperlihatkan jaringan lunak, struktur tulang, dan kanalis
spinal dalam potongan aksial. CT-scan meupakan pilihan utama untuk mendeteksi
cedera fraktur pada tulang belakang.
 MRI Vertebra
MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medula spinalis dalam sekali
pemeriksaan (Gondim, 2013).
VIII. PENATALAKSANAAN
Prinsip utama penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis :
1. ABC : pertahankan jalan nafas, beri oksigen bila ada keadaan sesak, beri cairan
infuse 2 line untuk mencegah terjadinya shok.
2. Immobilisasi : Tindakan immobilisasi harus sudah dimulai dari tempat
kejadian/kecelakaan sampai ke unit gawat darurat, yang pertama ialah
immobilisasi dan stabilkan leher dalam posisi normal dengan menggunakan
cervical collar. Cegah agar leher tidak terputar (rotation). Baringkan penderita
dalam posisi terlentang (supine) pada tempat atau alas yang keras.
3. Stabilisasi Medis : Terutama sekali pada penderita tetraparesis atau tetraplegia.
a. Periksa vital signs
b. Pasang NGT
c. Pasang kateter urin
d. Segera normalkan vital signs. Pertahankan tekanan darah yang normal dan
perfusi jaringan yang baik. Berikan oksigen, monitor produksi urin, bila perlu
monitor AGD (analisa gas darah), dan periksa apa ada neurogenic shock.
Pemberian megadose Methyl Prednisolone, Sodium Succinate dalam kurun
waktu 6 jam setaleh kecelakaan dapat memperbaiki kontusio medula spinalis.
5

4. Mempertahankan posisi normal vertebra (Spinal Alignment) : Bila terdapat fraktur
servikal dilakukan traksi dengan Cruthfield tong atau GardnerWells tong dengan
beban 2.5 kg perdiskus. Bila terjadi dislokasi traksi diberikan dengan beban yang
lebih ringan, beban ditambah setiap 15 menit sampai terjadi reduksi.
5. Dekompresi dan Stabilisasi Spinal : Bila terjadi realignment artinya terjadi
dekompresi. Bila realignment dengan cara tertutup ini gagal maka dilakukan open
reduction dan stabilisasi dengan approach anterior atau posterior.
6. Rehabilitasi : Rehabilitasi fisik harus dikerjakan sedini mungkin. Termasuk dalam
program ini adalah bladder training, bowel training, latihan otot pernafasan,
pencapaian optimal fungsi-fungsi neurologik dan program kursi roda bagi
penderita paraparesis/paraplegia (Baron, 2011).
A. Medikamentosa
1. Methylprednisolone : merupakan pilihan pengobatan untuk cedera tulang
belakang akut. Jika metilprednisolon diberikan dalam waktu delapan jam dari
cedera, beberapa orang mengalami perbaikan ringan. Dosis 30 mg/ kgbb IV
perlahan-lahan selama 15 menit. Metil prednisolon mengurangi kerusakan
membran sel yang berkontribusi pada kematian neuron, mengurangi infalamasi
dan menekan aktifitas sel-sel imun yang mempunyai kontribusi serupa pada
kerusakan neuron. Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum
digunakan untuk cedera medula spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh
National Institute of Health di Amerika Serikat. Namun demikian penggunaannya
sebagai terapi utama cedera medula spinalis traumatika masih dikritisi banyak
pihak
2. Bila terjadi spastisitas otot, berikan : Diazepam 3 x 5-10 mg/hari.
3. Analgetika golongan NSAID
4. Antidepresan trisiklik : Seperti amitriptilin, digunakan dalam pengobatan nyeri
kronik untuk mengurangi insomnia, dan juga mengurangi sakit kepala (Chin,
2013).
B. Non Medikamentosa
1. Fisioterapi
Fisioterapi dapat berperan sejak fase awal terjadinya trauma sampai pada
tahap rehabilitasi. Fisioterapi bertujuan untuk meningkatkan kemandirian pasien
dengan kemampuan yang dimilikinya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
2. Operasi
6

Pada saat ini laminektomi dekompresi tidak dianjurkan kecuali pada kasuskasus tertentu. Indikasi untuk dilakukan operasi :
a. Reduksi terbuka dislokasi dengan atau tanpa disertai fraktur pada daerah
servikal, bilamana traksi dan manipulasi gagal.
b. Adanya fraktur servikal dengan lesi parsial medula spinalis dengan fragmen
tulang tetap menekan permukaan anterior medula spinalis meskipun telah
dilakukan traksi yang adekuat.
c. Trauma servikal dengan lesi parsial medula spinalis, dimana tidak tampak
adanya fragmen tulang dan diduga terdapat penekanan medula spinalis oleh
herniasi diskus intervertebralis. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan
mielografi dan scan tomografi untuk membuktikannya.
d. Fragmen yang menekan lengkung saraf.
e. Adanya benda asing atau fragmen tulang dalam kanalis spinalis.
f. Lesi parsial medula spinalis yang berangsur-angsur memburuk setelah pada
mulanya dengan cara konservatif yang maksimal menunjukkan perbaikan,
harus dicurigai hematoma (Chin, 2013).
IX.

KESIMPULAN
Cedera medula spinalis adalah suatu kerusakan pada medula spinalis akibat trauma

atau non trauma yang akan menimbulkan gangguan pada sistem motorik, sistem sensorik dan
vegetatif. Apabila medula spinalis cedera secara komplit dengan tiba-tiba, maka tiga fungsi
yang terganggu antara lain seluruh gerak, seluruh sensasi dan seluruh refleks pada bagian
tubuh di bawah lesi.
Pada umumnya pengobatan trauma medula spinalis adalah konservatif dan
simptomatik. Manajemen yang paling utama untuk mempertahankan fungsi medula spinalis
yang masih ada dan memperbaiki kondisi untuk penyembuhan jaringan medula spinalis yang
mengalami trauma tersebut. Fisioterapi dapat berperan sejak fase awal terjadinya trauma
sampai pada tahap rehabilitasi. Pada penderita cedera medula spinalis, kerusakan yang terjadi
pada bersifat permanen, karena seperti yang kita ketahui bahwa setiap kerusakan pada sistem
saraf maka tidak akan terjadi regenerasi dari sistem saraf tersebut dengan kata lain sistem
tersebut akan tetap rusak walaupun ada regenerasi akan kecil sekali peluangnya. Pada saat ini
laminektomi dekompresi tidak dianjurkan kecuali pada kasus-kasus tertentu.

7

DAFTAR PUSTAKA
Baron BJ, McSherry KJ, Larson, Jr.JL, Scalea TM. Chapter 255. Spine and Spinal Cord
Trauma. In: Tintinalli JE, Staczynski JS, Cline DM,Ma OJ, Cydulka RK, Meckler GD,
eds. Tintinalli’s Emegency Medicine: A Comprehensive Study Guide. 7th ed. New York:
McGraw-Hill; 2011. Downloaded from: http://www.accessmedicine.com/content.aspx?
aID=63890992. Accessed May 05, 2016.
Chin LS. Spinal Cord Injuries. Emedicine Medscape 2013. Downloaded from:
http://emedicine.medscape.com/article/793582-overview#showall. Accessed May 05,
2016.
Gondim FAA. Spinal Cord Trauma and Related Diseases. Emedicine Madscape 2013.
Downloaded from: http://emedicine.medscape.com/article1149070-overview#a0199.
Accessed May 05, 2016.
National Spinal Cord Injury Statistical Center. Spinal Cord Injury Facts and Figures at a
Glance. Birmingham, Alabama. 2012. Downloaded from: https://www.n-sisc.uab.edu.
Accessed May 05, 2016.
Waxman SG. Chapter 6. The Vertebral Colum and Other Structures Surrounding the Spinal
Cord. In: Waxman SG, ed.Clinical Neuroanatomy. 26th ed. New York: McGraw-Hill;
2010. Downloaded from: http://www.accessmedicine.com/content.aspx?aID=5272198.
Accessed May 05,2016.

8

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close