LAPORAN PENDAHULUAN PPOK

Published on November 2016 | Categories: Documents | Downloads: 868 | Comments: 0 | Views: 3876
of 15
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content

LAPORAN PENDAHULUAN PPOK
(PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK)
PRAKTIK PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

OLEH:
GEISANDRA ASTAQVIANI PUTRI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KEPERAWATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2014

A. DEFINISI
PPOK/COPD merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia
Anderson : 2005)
PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi
terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit
yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan COPD adalah: bronchitis
kronis, emfisema paru-paru dan asma bronchiale P P O K adalah merupakan
kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispneu saat aktivitas dan penurunan
aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Smeltzer, 2001).
B.

KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah
sebagai berikut:
1. Bronchitis Kronis
a. Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan
dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam
setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus
influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
c. Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akanmeningkatkan produksi mukus.
2) Mukus lebih kental
3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan
mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami
kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang
infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali
ketebalan
normal)
dan mengganggu
aliran
udara. Mukus
kental ini bersama-sama
dengan
produksi
mukus
yang
banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit

saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya
pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan
nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan udara
terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini
menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi
abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi
dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi
polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat,
diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi
pulmonary.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan
pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,
hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan
CHF
2. Emfisema
a. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
1) Faktor tidak diketahui
2) Predisposisi genetic
3) Merokok
4) Polusi udara
c. Manifestasi klinis
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6) Hipoksemia
7) Hiperkapnia
8) Anoreksia
9) Penurunan BB
10)
Kelemahan
3. Asthma Bronchiale
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea
dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa

kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari
saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
2) Infeksi saluran nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c. Manifestasi Klinis
1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa berat),
3) wheezing,
4) batuk non produktif
5) takikardi
6) takipnea
C. ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas yang dihirup
oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1.

Asap rokok
a. perokok aktif
b. perokok pasif
2. polusi udara
a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
D. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan
perfusi. Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi
adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan
perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri
dari gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi
berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai
untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk
gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital
paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponenkomponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus
dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi
dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema
jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat
dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan.
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan
kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak strukturstruktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan
demikian,
apabila
tidak
terjadi recoil pasif,
maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa
eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan
dimediasi
oleh
neutrofil. Asap rokok
menginduksi
makrofag
untuk
melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi
dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama
eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya
inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

E.

MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien
PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang
pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen
seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang
hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah yang
biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan
memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:

1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
F.

Batuk bertambah berat
Produksi sputum bertambah
Sputum berubah warna
Sesak nafas bertambah berat
Bertambahnya keterbatasan aktifitas
Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
Penurunan kesadaran

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1.

Pemeriksaan radiologi
a.
Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang
parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut
adalah bayangan bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
b.
Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia
dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema
panlobular dan pink puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang bertambah
dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan VEP1, KV, dan
KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow
rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau normal. Keadaan
diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang pada stadium dini perubahan hanya
pada saluran napas kecil (small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun
karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.
2.
Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia
yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
3.
Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada

hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan
V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
4.
Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5.
Laboratorium darah lengkap
G. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus, peningkatan
rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya aliran
udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase akut,
tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1.
Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2.
Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan yang
paling efektif.
3.
Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4.
Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat kembali
mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1.
Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2.
Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
3.
Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini umumnya
disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan ampisilin 4 x
0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin dan asam
klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenza
dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti
kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami
eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka
dianjurkan antibiotik yang kuat.
4.
Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
5.
Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
6.
Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5
mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau
aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.

7.
8.

Terapi jangka panjang di lakukan :
Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-0,5/hari
dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien
maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi faal
paru.
Fisioterapi
Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
Mukolitik dan ekspektoran
Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

9.

10.
11.
12.
13.
1.

I.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.

Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
J. RENCANA KEPERAWATAN
NO
1.

DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Bersihan jalan napas
tidak efektif b.d
bronkokontriksi,
peningkatan produksi
sputum, batuk tidak
efektif,
kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi
bronkopulmonal.

NOC
NOC :
1.
v Respiratory status :
Ventilation
v Respiratory status : Airway
2.
patency
v Aspiration Control
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang
3.
bersih, tidak ada sianosis dan

NIC
Beri pasien 6 sampai 8 gelas
cairan/hari kecuali terdapat kor
pulmonal.
Ajarkan dan berikan
dorongan penggunaan teknik
pernapasan diafragmatik dan
batuk.
Bantu dalam pemberian

2.

dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed4.
lips)
v Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik,
irama
nafas,
5.
frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
v Mampu mengidentifikasikan
dan mencegah factor yang6.
dapat menghambat jalan
nafas

tindakan nebuliser, inhaler
dosis terukur

7.

Berikan antibiotik sesuai
yang diharuskan.

8.

Berikan dorongan pada
pasien untuk melakukan
imunisasi terhadap influenzae
dan streptococcus pneumoniae.

Pola napas tidak
NOC :
1.
efektifberhubungan
v Respiratory status : Ventilation
dengan napas pendek,
NOC
mukus, bronkokontriksi v Respiratory status : Airway
2.
dan iritan jalan napas
patency
v Vital sign Status
Kriteria Hasil :
v Mendemonstrasikan batuk
3.
efektif dan suara nafas yang
bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu
(mampu
mengeluarkan
sputum,
mampu bernafas dengan4.
mudah, tidak ada pursed
lips)
v Menunjukkan jalan nafas yang
paten (klien tidak merasa
tercekik,
irama
nafas,
frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
v Tanda Tanda vital dalam

Lakukan drainage postural
dengan perkusi dan vibrasi
pada pagi hari dan malam hari
sesuai yang diharuskan.
Instruksikan pasien untuk
menghindari iritan seperti asap
rokok, aerosol, suhu yang
ekstrim, dan asap.
Ajarkan tentang tanda-tanda
dini infeksi yang harus
dilaporkan pada dokter dengan
segera: peningkatan sputum,
perubahan warna sputum,
kekentalan sputum,
peningkatan napas pendek,
rasa sesak didada, keletihan.

Ajarkan klien latihan
bernapas diafragmatik dan
pernapasan bibir dirapatkan.
Berikan dorongan untuk
menyelingi aktivitas dengan
periode istirahat.
Biarkan pasien membuat
keputusan tentang
perawatannya berdasarkan
tingkat toleransi pasien.
Berikan dorongan
penggunaan latihan otot-otot
pernapasan jika diharuskan.

3.

4.

rentang normal (tekanan
darah (sistole 110-130mmHg
dan diastole 70-90mmHg),
nad
(60-100x/menit)i,
pernafasan (18-24x/menit))
Gangguan pertukaran
v Respiratory status : Ventilation 1.
gasberhubungan dengan
Kriteria Hasil :
ketidaksamaan ventilasi v Frkuensi nafas normal (16- 2.
perfusi
24x/menit)
v Tidak terdapat disritmia
3.
v Melaporkan penurunan
dispnea
v Menunjukkan perbaikan
dalam laju aliran ekspirasi
4.

Deteksi bronkospasme saat
auskultasi .
Pantau klien terhadap
dispnea dan hipoksia.
Berikan obat-obatan
bronkodialtor dan
kortikosteroid dengan tepat
dan waspada kemungkinan
efek sampingnya.
Berikan terapi aerosol
sebelum waktu makan, untuk
membantu mengencerkan
sekresi sehingga ventilasi paru
mengalami perbaikan.
5.
Pantau pemberian oksigen
1.
Kaji respon individu
terhadap aktivitas; nadi,
tekanan darah, pernapasan

Intoleransi
NOC :
aktivitasberhubungan
v Energy conservation
dengan
v Self Care : ADLs
ketidakseimbangan antara
Kriteria Hasil :
Ukur tanda-tanda vital segera
suplai dengan kebutuhan v Berpartisipasi dalam aktivitas 2.
setelah
aktivitas, istirahatkan
oksigen
fisik tanpa disertai
klien selama 3 menit kemudian
peningkatan tekanan darah,
ukur lagi tanda-tanda vital.
nadi dan RR
v Mampu melakukan aktivitas
3.
Dukung pasien dalam
sehari hari (ADLs) secara
menegakkan latihan teratur
mandiri
dengan menggunakan
treadmill dan exercycle,
berjalan atau latihan lainnya
yang sesuai, seperti berjalan
perlahan.
4.

Kaji tingkat fungsi pasien
yang terakhir dan kembangkan
rencana latihan berdasarkan
pada status fungsi dasar.

5.

Sarankan konsultasi dengan
ahli terapi fisik untuk
menentukan program latihan
spesifik terhadap kemampuan
pasien.

6.

Sediakan oksigen
sebagaiman diperlukan
sebelum dan selama

menjalankan aktivitas untuk
berjaga-jaga.

5.

6.

Perubahan nutrisi kurang
NOC :
dari kebutuhan
v Nutritional Status : food and
tubuhberhubungan
Fluid Intake
dengan dispnea,
Kriteria Hasil :
kelamahan, efek samping v Adanya peningkatan berat
obat, produksi sputum
badan sesuai dengan tujuan
dan anoreksia, mual
v Berat badan ideal sesuai
muntah.
dengan tinggi badan
v Mampu mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
v Tidak ada tanda tanda
malnutrisi
Tidak terjadi penurunan
berat badan yang berarti

Kurang perawatan
NOC :
diriberhubungan dengan v Self care : Activity of Daily
keletihan sekunder akibat
Living (ADLs)

7.

Tingkatkan aktivitas secara
bertahap; klien yang sedang
atau tirah baring lama mulai
melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.

8.

Tingkatkan toleransi
terhadap aktivitas dengan
mendorong klien melakukan
aktivitas lebih lambat, atau
waktu yang lebih singkat,
dengan istirahat yang lebih
banyak atau dengan banyak
bantuan.

9.

Secara bertahap tingkatkan
toleransi latihan dengan
meningkatkan waktu diluar
tempat tidur sampai 15 menit
tiap hari sebanyak 3 kali
sehari.

1.

Kaji kebiasaan diet, masukan
makanan saat ini. Catat derajat
kesulitan makan. Evaluasi
berat badan dan ukuran tubuh.

2.

Auskultasi bunyi usus

3.

Berikan perawatan oral
sering, buang sekret.

4.

Dorong periode istirahat I
jam sebelum dan sesudah
makan.

5.

Pesankan diet lunak, porsi
kecil sering, tidak perlu
dikunyah lama.

6.

Hindari makanan yang
diperkirakan dapat
menghasilkan gas.

7.

Timbang berat badan tiap
hari sesuai indikasi.

1.

Ajarkan mengkoordinasikan
pernapasan diafragmatik
dengan aktivitas seperti

peningkatan upaya
Kriteria Hasil :
pernapasan dan
v Klien terbebas dari bau badan
insufisiensi ventilasi dan v Menyatakan kenyamanan
oksigenasi
terhadap kemampuan untuk 2.
melakukan ADLs
v Dapat melakukan ADLS
dengan bantuan

3.

berjalan, mandi, membungkuk,
atau menaiki tangga
Dorong klien untuk mandi,
berpakaian, dan berjalan dalam
jarak dekat, istirahat sesuai
kebutuhan untuk menghindari
keletihan dan dispnea
berlebihan. Bahas tindakan
penghematan energi.
Ajarkan tentang postural
drainage bila memungkinkan.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta,
EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and Suddarth’s,
Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close