TB paru e-mail

Published on February 2017 | Categories: Documents | Downloads: 52 | Comments: 0 | Views: 295
of 17
Download PDF   Embed   Report

Comments

Content


TUBERKULOSIS PARU














TINJAUAN PUSTAKA


Oleh :
Nama : Alief Leisyah
NIM : 2010730007


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESAHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2014





1
TINJAUAN PUSTAKA
TB PARU

A. Definisi
Tubekulosis (TB), sebuah penyakit multisistemik dengan bermacam presentasi dan
manifestasi, yang merupakan penyebab terbesar kematian akibat penyakit infeksi di dunia.
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang menyerang jaringan paru disebabkan
infeksi basil Mycobacterium tuberculosa (M. tuberculosa).

B. Epidemiologi
Berdasarkan laporan Penanggulangan TB Global yang dikeluarkan oleh WHO pada
tahun 2007, angka insidensi TB pada tahun 2007 mencapai 555.000 kasus (256
kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
Pada tahun 2011, dilaporkan terdapat 10.528 kasus TB (3,4 kasus per 100.000 populasi)
di Amerika Serikat, ,merepresentasikan penurunan sebesar 5,8% dari jumlah kasus TB yang
dilaporkan dan penurunan sebesar 6,4% dari case rate dibandingkan dengan tahun 2010.
Asia termasuk kawasan dengan penyebaran tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia sebesar
33%. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia meninggal dunia akibat penyakit ini.
Di Indonesia berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
didapatkan bahwa penyakit pada sistem pernapasan merupakan penyebab kematian kedua
setelah sistem sirkulasi. Pada SKRT 1992 disebutkan bahwa penyakit TB merupakan
penyebab kematian kedua, sementara SKRT 2001 menyebutkan bahwa tuberkulosis adalah
penyebab kematian pertama pada golongan penyakit infeksi. Sementara itu dari hasil laporan
yang masuk ke subdit TB P2MPL Departemen Kesehatan tahun ,2001 terdapat 50.443
penderita BTA positif yang diobati (23% dari jumlah perkiraan penderita BTA positif ). Tiga
perempat dari kasus TB ini berusia 15 – 49 tahun.
Di Puskesmas Langensari 2 Kota Banjar, Jawa Barat, dari data per tangal 1 Januari 2014
hingga Maret 2014, didapatkan 54 kasus TB, dari jumlah 7219 pasien yang berobat di
Puskesmas Langensari 2.

C. Etiologi
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang tergolong dalam kuman
Mycobacterium tuberculosae complex adalah : 1). M. tuberculosae, 2). Varian Asian,
3).Varian African I, 4). Varian African II, 5). M. bovis.

D. Cara Penularan
Penularan penyakit ini melalui inhalasi droplet khususnya yang didapat dari pasien TB
paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan Dahak).
Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernapasan. Dalam 1


2
tahun, 1 penderita TB BTA positif menularkan 10-15 orang. Selama kuman TB masuk
kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru
kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, salura
napas,atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.
Risiko mendapat infeksi Mycobacterium tuberculosis ditentukan terutama oleh faktor-
faktor eksogen :

a. Kontak dengan penderita BTA positif (seberapa dekat dan seberapa lama)
b. Lingkungan tempat kontak (lingkungan yang padat dan ventilasi ruang yang buruk)
Sedangkan faktor-faktor endogen :

a. Daya tahan tubuh
b. Usia
c. Penyakit penyerta (infeksi HIV, silikosis, limfoma, leukemia, malnutrisi, gagal
ginjal kronis, diabetes melitus, orang dengan terapi imunosupresif dan hemophilia).
E. Patogenesis
1. Tuberkulosis Primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier
bronkus, dan terus berjalan ke alveolus dan menetap di sana. Bila kuman menetap di jaringan
paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa masuk ke
organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan berbentuk sarang
tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut kompleks primer atau fokus Ghon. Kompleks
primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Waktu antara terjadinya infeksi sampai
pembentukan kompleks primer adalah 3-8 minggu.

Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari
negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan
besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh
tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada beberapa
kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-kadang daya
tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa
bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Kompleks primer tersebut
selanjutnya dapat menjadi:

1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi
di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang
dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus.
c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara limfogen.
2. Tuberkulosis Post Primer (Sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca


3
primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi
karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan
gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dari sarang dini yang berlokasi di regio
atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah
parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk
sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu
granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-
sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.

Sarang dini pada tuberkulosis sekunder ini akan mngikuti salah satu jalan sebagai
berikut:
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan
serbukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh
dalam bentuk perkapuran. Sarang tersubut dapat menjadi aktif kembali dengan
membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan
keluar.
3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan muncul dengan
dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian
dindinganya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).
Kavitas tersebut akan menjadi:
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang baru.
b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, dan mungkin aktif kembali, mencair lagi
dan terus menjadi kavitas lagi.
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau kavitas menyembuh
dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai
kavitas yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang.
F. Klasifikasi TB paru

TB paru diklasifkasikan atas:
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. TB paru BTA(+)
- Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
- 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
- 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
2. TB paru BTA (-)
- Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
- Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
- Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
- Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
- Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
- Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.



4
b. Berdasarkan lokasi
1. TB paru
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2. TB extra paru
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang,
persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

c. Berdasarkan tipe pasien
1. Kasus baru, bila pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan obat kurang dari satu bulan.
2. Kasus relaps (kambuh), bila pasien sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB
dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi
berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (+).
3. Kasus defaulted atau drop out , bila pasien telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan
dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatan selesai.
4. Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau kembali positif
pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang
baik.
6. Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru
menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.

G. Gejala Klinis
Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala lokal
(repiratorik) dan gejala sistemik sesuai PDPI 2011
Gejala Respiratorik

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi
1. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus. Batuk ≥ 2 minggu
dan mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat adanya peradangan pada
bronkus batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang produk-
produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau purulen.
2. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya batuk darah
yang timbul tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak
selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi karena
ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah inilah yang paling sering membawa penderita
berobat ke dokter.




5

3. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke
pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan nafasnya.
4. Ronchi
Terjadi karena penumpukan ciran atau lendir di dalam paru, terutama erdengar di daerah
apical paru.
5. Dispneu
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang cukup luas.
Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah didapatkan.

Gejala sistemik

1. Demam
Demam merupakan gejala pertama dari TB paru, biasanya subfebril, mirip demam
influenza yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman,
serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan (multiplikasi 3
bulan). Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40-41°C.
2. Keringat malam
Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk penyakit tuberkulosis paru.
Keringat malam umumnya baru timbul bila proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang
dengan vasomotor labil, keringat malam dapat timbul lebih dini.
3. Malaise dan nafsu makan berkurang
Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa tidak enak badan,
pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala dan mudah lelah.

H. Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru dibuat atas dasar menurut Depkes tahun 2004
a. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan respiratorik dan keluhan
sistemik.

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva
dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam subfebris, badan kurus atau berat badan
menurun.
Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi meliputi alveoli dan
beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini berupa konsolidasi serta didapatkan sekret
dibronkus kecil. Karena proses menjalar pelan-pelan dan menahun, maka biasanya penderita
datang dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan fisik mudah diketahui, berupa:
- Kelainan parenkim yaitu konsolidasi, fibrosis, atelektasis, dan/atau kerusakan
parenkim dengan sisa suatu kavitas.
- Kelainan saluran pernafasan : berupa radang dari mukosa disertai dengan
penyempitan maupun penimbunan sekret.


6
- Kelainan pleura : oleh karena proses terletak dekat pleura, maka hampir selalu terjadi
reaksi pleura berupa penebalan atau nyeri pleura.
Konsolidasi dan fibrosis pada parenkim paru dengan saluran pernafasan yang masih
terbuka akan meningkatkan penghantaran getaran suara sehingga fremitus suara meningkat.
Suara nafas menjadi bronko-vesikuler atau bronkial, didapatkan bronkofoni atau suara bisik
yang disebut whispered pectoraliloque.
Sekret yang berada didalam bronkus akan menyebabkan suara tambahan berupa ronki
basah. Suara ronki kasar atau halus tergantung dari tempat sekret berada. Penyempitan
saluran pernafasan menimbulkan ronki kering, dan penyempitan ini disertai kavitas dapat
terdengar suara yang disebut hallow sound sampai amforik.
Alur Diagnosis TB menurut Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia




7
c. Pemeriksaan laboratorium
 Sputum
Sputum dijadikan tanda yang patognomonis, dengan ditemukannya kuman BTA,
diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. BTA dari sputum bisa juga
didapat dengan cara bilasan bronkus, jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung,
jaringan kelenjar, cairan serebrospinal, urin dan tinja. Hal ini sering dikerjakan pada anak-
anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Bila sputum sudah didapat, kuman BTA
pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat
proses penyakit ini terbuka ke luar. Cara pengambilan sputum yaitu 3 kali (sewaktu-pagi-
sewaktu). Pembacaan hasil pemeriksaan sediaaan sputum dilakukan dengan menggunakan
skala International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease (IUATLD), sebagai
berikut:
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang
ditemukan.
c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+), minimal dibaca 50
lapang pandang.
e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+), minimal dibaca 20
lapang pandang.
Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila apabila sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS
hasilnya positif. Bila hanya 1 spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
yaitu pemeriksaan rontgen dada atau pemeriksaan sputum SPS diulang.
 Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat digunakan sebagai pegangan untuk menyokong
diagnosis TB paru, karena hasil pemeriksaan darah tidak menunjukkan gambaran yang khas.
Tapi gambaran darah kadang-kadang dapat membantu menentukan aktivitas penyakit.
- Laju endap darah
Laju endap darah sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap
darah yang normal tidak dapat mengesampingkan proses tuberkulosis
aktif.
- Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses yang
aktif.
- Hemoglobin
Pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai dengan anemi derajat
sedang. Bersifat normositik dan sering disebabkan defisiensi besi.
 Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah
mengalami infeksi M. Tuberculosa, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen
lainnya.




8
4. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis
dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang
dicurigai sebagai lesi TB aktif :
- Bayangan berawan / nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah paru.
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif :
- Fibrotik
- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut:
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kavitas
- Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
I. Diagnosis Banding

Pada proses paru minimal sebagai diagnosis banding adalah simple bronchopneumonia,
kanker paru stadium dini, dan pneumonia lobaris. Pada proses tuberkulosis menahun perlu
diingat bahwa ada penyakit paru non tuberkulosis yang bersifat menahun, seperti
bronkiektasis, bronkitis, emfisema dan kanker paru.
J. Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi, yang dibagi atas:

- Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, dan laringitis
- Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas (SOPT : Sindrom Obstruksi Paska
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, kor pulmonal, sindrom gagal
nafas, yang sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
K. Penatalaksanaan
Dari seluruh penduduk yang didiagnosis TB paru oleh tenaga kesehatan, hanya 44.4%
diobati dengan obat program. Lima provinsi terbanyak yang mengobati TB dengan obat
program adalah DKI Jakarta (68.9%). DI Yogyakarta (67,3%), Jawa Barat (56,2%), Sulawesi
Barat (54,2%) dan Jawa Tengah (50.4%)
Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan dibagi menjadi 2 fase yaitu fase
intensif dan fase lanjutan:

a. Tahap intensif
Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila pengobatan tahap intensif
diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam 2


9
minggu. Sebagian besar penderita BTA positif akan menjadi negatif pada akhir
pengobatan
b. Tahap lanjutan
Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan obat tambahan.
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
a. Isoniazid (INH), bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan.
b. Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak
dapat dibunuh INH.
c. Prazinamid, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam.
d. Streptomisin, bersifat bakterisid.
e. Ethambutol, bersifat bakteriostatik.
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :
- Kanamisin
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
Obat-obatan tersebut tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat kombinasi (Fixed
Dose Combination/FDC). FDC direkomendasikan bila tidak dilakukan pengawasan menelan
obat.
Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia menggunakan paduan OAT:
1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Diberikan untuk penderita baru TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif rontgen
positif yang sakit berat, dan penderita TB paru ekstra paru.
2. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E)
Diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure) dan penderita
dengan pengobatan lalai (drop out).

Dosis panduan OAT KDT kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3
Berat badan

Tahap intensif tiap
hari selama 56 hari
RHZE

Tahap lanjutan 3 kali
seminggu selama 16
minggu RH

30-37 kg

2 tablet 4KDT

2 tablet 2KDT

38-54 kg

3 tablet 4KDT

3 tablet 2KDT

55-70 kg

4 tablet 4KDT

4 tablet 2KDT

≥ 71 kg

5 tablet 4KDT

5 tablet 2KDT







10
Dosis panduan OAT kombipak kategori 1 : 2HRZE/4H3R3

Tahap
pengobatan

Lama
pengobatan

Tablet
isoniazid
@ 300
mg

Kaplet
rifampisin
@ 450
mg

Tablet
pirazinamid
@ 500 mg

Tablet
etambutol
@ 250
mg

Jmlh
hr/x
menelan
obat

intensif

2 bulan

1 1 3 3 56
Lanjutan

4 bulan

2 1 - - 48


Dosis panduan OAT KDT kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3

Berat badan

Tahap intensif tiap hari RHZE + S

Tahap lanjutan 3 kali
seminggu RH + E

Selama 56 hari

Selama 28 hari

Selama 20 minggu

30-37 kg

2 tab 4KDT + 500
mg Streptomisin inj.

2 tab 4KDT

2 tab 4KDT + 2 tab
etambutol

38-54 kg

3 tab 4KDT + 750
mg S inj.

3 tab 4KDT

3 tab 2KDT + 3 tab E

55-70 kg

4 tab 4KDT + 1000
mg S inj.

4 tab 4KDT

4 tab 2KDT + 4 tab E

≥ 71 kg

5 tab 4KDT + 1000
mg S inj.

5 tab 4KDT

5 tab 2KDT + 5 tab E


Dosis panduan OAT kombipak kategori 2 : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Tahap

Lama

Tab H
@300
mg

Kaplet
R @450
mg

Tab Z
@500
mg

Etambutol

S inj.

Jmlh
hr/x

Tab
@250
mg

Tab
@400
mg

intensif 2 bulan
1 bulan
1
1
1
1
3
3
3
3
-
-
0,75
mg

56
28

lanjutan

4 bulan

2 1 - 1 2 - 60




11
Dosis KDT sisipan : (HRZE)
Berat badan

Tahap intensif tiap hari selama 28 hari
RHZE

30-37 kg

2 tab 4KDT

38-54 kg

3 tab 4 KDT

55-70 kg

4 tab 4KDT

≥ 71 kg

5 tab 4KDT



Dosis OAT kombipak sisipan : HRZE
Tahap

Lama

Tab H
@ 300 mg

Kaplet R
@ 450 mg

Tab Z
@ 500 mg

Tab E
@ 250 mg

Jumlah
hari/kali
menelan
obat

Tahap
intensif
(dosis
harian)

1 bulan

1 1 3 3 28


Dosis OAT KDT anak
Berat Badan

2 bulan tiap hari RHZ

4 bulan tiap hari RH

5-9

1 tablet

1 tablet

10-14

2 tablet

2 tablet

15-19

3 tablet

3 tablet

20-23

4 tablet

4 tablet



Dosis OAT KDT kombipak anak : 2RHZ/4RH
Jenis obat

BB < 10 kg

BB 10-19 kg

BB 20-23 kg

Isoniazid

50 mg

100 mg

200 mg

Rifampicin 75 mg

150 mg

300 mg

Pirazinamid 150 mg 300 mg

600 mg



12
Efek Samping OAT

L. Pencegahan
a. Terhadap Infeksi tuberkulosis

1. Pencegahan terhadap sputum yang infeksius
- bila batuk, mulut ditutup
- Isolasi penderita dan mengobati penderita
- Ventilasi harus baik
- Jangan sembarangan membuang dahak bila batuk
b. Meningkatkan daya tahan tubuh

1. Memperbaiki standar hidup


13
2. Usahakan peningkatan kekebalan tubuh dengan vaksinasi BCG
Imunisasi BCG diberikan dibawah usia 2 bulan, jika baru diberikan setelah usia 2
bulan, disarankan tes Mantoux dahulu. Vaksinasi dilakukan bila hasil tes tersebut
negatif.

M. Program Penanggulangan TB Nasional

Dalam menjalankan fungsinya, Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasioanal
menggunakan fasilitas yang ada dalam struktur pelayanan kesehatan nasional, yaitu
Puskesmas. Dalam struktur Program Penanggulangan Tuberkulosis Nasional, Puskesmas
dibagi menjadi tiga kategori menurut fungsi yang berbeda-beda, yaitu:
• Puskesmas Rujukan Mikroskopis (PRM): melatih para staf laboratorium dan melakukan
pembacaan sediaan apus dahak untuk beberapa
• Puskesmas Satelit (PS): tidak memiliki fasilitas laboratorium sendiri, dan hanya membuat
sediaan apus dahak dan difiksasi, kemudian dikirim ke PRM untuk dibaca hasilnya.
Setelah mendapatkan hasil, Puskesmas Satelit akan menentukan rencana pengobatan.
• Puskesmas Pelaksana Mandiri (PPM): menyediakan layanan diagnosis dan pengobatan
TBC, tanpa bekerja sama dengan Puskesmas Satelit.

Pelayanan TB di Kabupaten/Kota
Pelayanan kesehatan di tingkat kabupaten/kota merupakan unit dasara dalam upaya
penanggulangan TBC di Indonesia. Fasilitas Mikroskopis tersedia di Rumah Sakit Umum
Daerah, Puskemas Rujukan Mikroskopis (PRM) dan Unit Pelayanan Kesehatan swasta.
Penderita bisa melakukan pemeriksaan diagnosis di unit pelayanan kesehatan manapun untuk
mendapatkan diagnosis, kecuali di Puskesmas Satelit.
Pengobatan TB di tingkat kabupaten/kota disupervisi oleh Wakil Supervisor
(WASOR) dari Dinas Kesehatan. WASOR akan mengunjungi semua sarana pelayanan
kesehatan untuk mendapatkan data mengenai kasus baru. WASOR juga mempersiapkan
laporan berkala, memastikan terjadinya koordinasi antar berbagai fasilitas pelayanan
kesehatan serta memastikan persediaan obat cukup. Pengawasan menelan obat biasanya
dilakukan oleh anggota keluarga penderita TB setelah menerima obat yang diberikan setiap
minggu. Jika seorang pasien TB tidak datang sesuai jadwal berobatnya, maka akan dilakukan
kunjungan langsung ke rumah pasien tersebut.
Seorang WASOR seharusnya mengawasi tidak lebih dari 20 Puskesmas agar dapat
menjalankan semua tugasnya dengan maksimal, sehingga di kabupaten/kota yang luas
diperlukan lebih dari satu WASOR. Setiap RS dan Puskesmas setidaknya memiliki satu
dokter dan satu staf poliklinik yang bertugas menangani TB, dan tiap PRM memiliki satu
petugas laboratorium yang terlatih.

Pelayanan TB di Propinsi
Tim TB di tingkat propinsi memiliki peran untuk memantau dan memberikan
dukungan teknis bagi dinas kesehatan di kabupaten/kota. Oleh karena itu di tingkat propinsi
dibentuk tim DOTS diperkuat dengan penambahan tenaga yang terdiri dari Provincial Project
Officer (PPO), Provincial Training Coordinator (PTC), serta Provincial Technical Officer
(PTO).


14

DI RECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program
penanggulangan tuberkulosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga telah
dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang
sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.

DOTS mengandung lima komponen, yaitu :
1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung,
dikenal dengan istilah DOT (Directly Observed Therapy)
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik

Istilah DOT diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari
oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)

Pengawasan dilakukan oleh :
 Penderita berobat jalan
1. Langsung di depan dokter
2. Petugas kesehatan
3. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)
4. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah

 Penderita dirawat
Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas RS, selesai
perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.
Tujuan :
 Mencapai angka kesembuhan yang tinggi
 Mencegah putus berobat.
 Mengatasi efek samping obat
 Mencegah resistensi
Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai harus diingat :
1. Tentukan seorang PMO
Berikan penjelasan kepada penderita bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus
ikut hadir di poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT
2. Persyaratan PMO
PMO bersedia dengan sukarela membantu penderita TB sampai sembuh selama 6 bulan. PMO
dapat berasal dari kader dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani
penderita
3. Tugas PMO
Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik, memberikan pengawasan kepada penderita dalam
hal minum obat, mengingatkan penderita untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal,
memberitahukan / mengantar penderita untuk kontrol bila ada efek samping obat, bersedia antar
jemput OAT jika penderita tidak bisa datang ke RS /poliklinik


15
4. Petugas PPTI atau Petugas Sosial Untuk pengaturan/penentuan PMO, dilakukan oleh PKMRS
(Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit), oleh PERKESMAS (Perawatan Kesehatan
Masyarakat) atau PHN (Public Health Nurse), paramedis atau petugas social
5. Petugas sosial
Ialah volunteer yang mau dan mampu bekerja sukarela, mau dilatih DOT. Penunjukan oleh RS
atau dibantu PPTI, jika mungkin diberi penghargaan atau uang transport
6. Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan dapat dilakukan secara
perorangan/Individu. Penyuluhan terhadap perorangan (penderita maupun keluarga) dapat
dilakukan di unit rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll

























16
DAFTAR PUSTAKA

Alsagaff H, Mukty A. Tuberkulosis paru. Dalam: Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Jakarta: Airlangga, 2002. 73-108
Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V,
Jilid 3. Jakarta: Interna Publishing, 2009. 2230-2238
Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Program Penanggulangan Tuberkulosis.
http://www.tbcindonesia.or.id [Diakses 01 april 2014]
Herchline, Thomas E. Tuberculosis. http://emedicine.medscape.com/article/230802-
overview#aw2aab6b2b5aa [diakses 03 april 2014]
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Konsensus Penatalaksanaan TB.
http://klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf [diakses 01 April 2014)
Price, Sylvia A & M Wilson. Buku Ajar Patofisiologi. 2005
Raviglion MC, O’Brien RJ. Tuberculosis. In: Harrison’s Principles of internal medicine.
15
th
Edition. USA: McGraw-Hill, 2001.
WHO. Standar Internasional Penanganan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan
RI, 2006














Sponsor Documents

Or use your account on DocShare.tips

Hide

Forgot your password?

Or register your new account on DocShare.tips

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Back to log-in

Close